AD74YA wrote:
Ini pertanyannya kok makin susah2 ye... hikz
POV yang oom sebutkan adalah POV khalayak yang sudah terjadi saat ini.
Bahkan pemerintah pun pada asal mulanya adanya LCGC ini adalah untuk mendukung gerakan green dan industri Indonesia, akan tetapi faktanya, seperti yang saya sebutkan di awal tret, literasi LCGC ke bahasa Indonesia salah karena menjadi "Mobil Murah" atau lebih tepatnya "Mobil Kacangan yang Bisa Dibeli oleh Siapa Saja", walhasil ya... Udah kepalang tanggung, spokeperson malah makin memperparah paradigma melenceng ini, dan media menyebarkannya lebih cepat dari penyakit influenza. Jadinya ya.. Itulah.. POV khalayak pada saat ini.
Tapi, asal disikapi dengan bijak, saya rasa POV itu tidak akan masalah. Karena bagaimanapun mobil murah lebih aman dari roda 2, dan juga masih hemat BBM. Asalkan digunakan dengan bertanggung jawab dan taat peraturan.
Masalahnya, walaupun bukan semuanya, saya seringkali merasakan intimidasi pengguna jalan raya paling sering terlihat dari orang-orang dengan mobil terjangkau ini... Tadinya dipegang oleh duo avania yang drivernya sering ugal-ugalan, sekarang LCGC. Kemarin saya baru menyaksikan live ada Mobilio menabrak becak karena mencoba take over saya dari kiri padahal sedang ramai-ramainya. Mental. Masalah mental ini lah membuat saya gak mendukung gerakan LCGC ini.. Semoga kebayang oom.. POV pribadi saya di tret ini layaknya curcol tersembunyi saya dalam forum
Kalo saya justru melihatnya sebaliknya mod, bukan konsep LCGC yg ketika “diterapkan” di Indonesia berubah menjadi mobil murah, melainkan karena pasar Indonesia yg memang “sudah waktunya” mengisi celah kategori dibawah kelas city car. Dan ketika isu lingkungan menjadi cukup s*eksi untuk diperbincangkan, maka dilabelilah mobil itu dg istilah LCGC, yg merupakan gimmick semata. Mengisi celah kelas dibawahnya merupakan hal yg lumrah kan di dunia otomotif? Ketika biaya produksi meningkat yg berimbas pada harga jual, pada akhirnya dibuat naik kelas sekalian, dan kelas yg ditinggalkan ‘harus’ diisi dg produk lain yg masih dalam jangkauan kemampuan ekonomi pasar yg sebelumnya, meski itu artinya dg kualitas yg lebih rendah. Ketika kijang ‘naik kelas’, avanza yg dihadirkan untuk mengisi pasar yg ditinggalkan, sebentar lagi mungkin mpv berbasis lcgc yg dikedepankan untuk mengisi pasar avanza (baca: lmpv) yg harganya mulai merangkak naik, Go+ dan wagon R 7 seater sudah mulai menunjukkan hal itu. Contoh lain, ketika ‘hatchback’ mulai “naik kelas”, diisilah kelas yg ditinggalkan dg ‘citycar’, dan sekarang waktunya menciptakan produk yg dibawah kelas citycar yg juga mulai merangkak naik, dan kita mengenalnya dg sebutan ‘LCGC’. saya yakin, suatu hari juga akan ada 'kelas baru' dibawah lcgc sekarang. jika sudah 'waktunya'.
Jadi sampai titik ini sih saya melihatnya memang orientasinya bukan menciptakan mobil yang ramah lingkungan, tapi sisi ekonomi (baca: menggarap pasar kelas harga dibawah 100 jt).
Percaya deh, setiap membuat kebijakan, tentang apapun itu, baik eksekutif maupun legislatif diatas sana, tidak akan pernah memposisikan isu lingkungan atau kepentingan publik lebih penting dari angka rupiah yg bisa dikantongi, kecuali dicekoki chatime errr.. ecstacy dulu sebelumnya
Makanya di trit pro-kontra LCGC, pernah saya sampaikan, LCGC itu “hanya” penamaan, bagi saya adanya kelas LCGC hanya menambah kategori, sekarang kelas harga mobil membentang dari dibawah 100 jt sampai diatas 1 M. Soal siapa yg beli, stakeholdernya jg ga akan ambil pusing, yg penting laku. Toh kalau mau blak-blakan jujur, tidak mudah loh bagi penunggang roda 2 berpindah ke roda 4 dari segi running costnya. Sama saja dg bunuh diri kalau pabrikan tertarik terjun dikelas LCGC jika orientasinya memindahkan pengguna roda 2 ke roda 4, siapa yg mau beli?
Makanya saya menentang pengaturan diskriminatif terhadap mobil yg termasuk kategori tertentu, semisal bahwa lcgc dilarang menggunakan BBM non subsidi, dll. Karena pembedaan kategori itu kan sudah dilakukan diawal, seperti bea masuk sedan atau yg berpenggerak 4x4 yg lebih tinggi, dll.
Tapi ketika sudah ditangan konsumen, ya semuanya itu harus diperlakukan sama sebagai “alat transportasi berbahan bakar fosil”, tidak ada lagi pembedaan ini LCGC, ini city car, ini SUV 4x4, dll. Sehingga setiap pengaturan, harus mengikat semuanya, tidak lagi hanya untuk 1-2 kategori tertentu.
Sama seperti halnya, saya juga tidak setuju pelarangan mobil2 premium menggunakan BBM bersubsidi (diluar konteks spek mesin ya), dengan alasan:
1. Pembeli mobil ‘mewah’ dikategorikan lebih kaya dari kebanyakan orang sebenarnya absurd, siapa yg menjamin mereka membelinya dari baru ketika harganya masih selangit?
2. Orang yang dikategorikan ‘kaya’ itu sebenarnya lebih berkontribusi pada negara dibandingkan orang yg dikategorikan ‘miskin’, setidaknya dari pajak yg mereka bayarkan, semakin besar penghasilan, semakin besar nilai angka yg ‘disumbangkan’ pada negara. Nah, kalau bukan dari BBM, lantas dalam hal apa para pembayar pajak ini merasakan kehadiran pemerintah?
3. Jargon ‘BBM bersubsidi hanya untuk masyarakat tidak mampu’ juga absurd, karena kategori ‘tidak mampu’ yg dikaitkan dg jargon tsb jg tidak jelas menggunakan acuan yang mana. Nah, karena jargon ini dari pemerintah, kalau begitu yg dimasukkan dalam kelompok ‘tidak mampu’ juga selayaknya kita lihat dari kacamata pemerintah saja, mari kita kaji; yang dijadikan acuan oleh pemerintah untuk kategori ‘tidak mampu’ berdasarkan data BPS dimana kategori tidak mampu (miskin) adalah yang pengeluarannya 211 rb/bulan (7000/hari). Pertanyaannya, berapa persen sih dari mereka yang keuangannya seperti itu memiliki kendaraan bermotor berbahan bakar fosil? kenapa ga sekalian aja ya pemerintah mensubsidi harga daging yg meroket, tapi jangan lupa di kios2 dagingnya dipasang spanduk “Daging Bersubsidi Hanya Untuk Vegetarian”.
4. kalau atas nama lingkungan, ya sudah, ron 88 yg miskin aditif itu dihapuskan saja dari SPBU, jual hanya ron 92 keatas (tapi dg harga subsidi tentunya), iya dong, kalau bukan dari BBM bersubsidi, dari mana lagi kita merasakan kehadiran pemerintah kan?
Itu kan hanya akal2an pemerintah aja yg ga pernah becus ngurus negara, keuangan negara tekor bukan karena subsidi BBM kok, nilainya ga seberapa kok dibandingkan potensi penghasilan negara termasuk diantaranya dari sektor pajak. Keuangan negara tekor kan dari anefisiensi anggaran dan korupsi, bukan subsidi. ‘Bayar Pajaknya Awasi Pengelolanya’.
Btw, soal Low Cost and Green Car sendiri saya kok agak kurang sepakat dg pengkategorian mod helm diatas ya
kalau green car nya mungkin iya, compare to mobil2 yg sedang beredar, dari sisi efisiensi dan emisi, tapi untuk low cost nya itu… mahal2 semua baik harga maupun perawatan kekekekek..
Kalau menurut ane sih secara literal, low cost ini bisa dibedakan dalam 2 kelompok:
1. Berbiaya produksi rendah (produsen oriented), misalnya potongan pajak yg signifikan untuk mobil yg dirakit dalam negeri (karena menciptakan lapangan kerja), tambahan potongan jika pabrik perakitannya di luar jawa. Sekian persen di sumatera, tambahan sekian persen di Kalimantan atau Sulawesi, tambahan sekian persen jika di Papua. Dll.
2. Berbiaya kepemilikan rendah atau running cost rendah (consumer oriented).
Sampai titik ini sepertinya regulasi pemerintah ttg LC(without GC) lebih mendekati deh ( on paper).
Tapi sah2 aja sih mod helm melempar istilah LCGC dg ‘konsep’ lain seperti diatas, namanya juga cuma istilah, seperti halnya seorang Dharma yg memasang tampang galak, lalu menamai dirinya dg ‘kucing gila’ tanpa harus bereinkarnasi menjadi seekor kucing beneran terlebih dahulu.
Hahaha malah curcol di trit orang,,, ga udah diseriusin ya, cuma curcol dihari libur..
------------
Btw, soal Suip semprot, sepertinya harganya worth it ya segitu? Diluar fiesta ecoboost yg lebih murah. Karena pajak di kita kan berdasar kapasitas mesin ya, fiesta ‘diuntungkan’ dg mesin yg “hanya” 1000 cc. Mungkin “dosa” nya SSS itu satu, yang bikin dia terasa overprice, dia terlalu cepat berojol. Ketika pesaing tradisionalnya (jazz & yaris) masih berkutat dg harga lama, dia nongol dg menembus angka psikologis, kepala 3, apalagi suip ‘biasa’ masih bertahan dibawah 200 jt meski dg menurunkan kapasitas mesin. Coba berojolnya 2014 juga ketika all new jazz & yaris yg juga all new dari segi harga, kan udah mendekat juga ke angka 300. Cmiiw
Btw, dari jajaran mobil2 suzuki, ada ga sih yg transmisi maticnya pinter? Atau si CVT nya SSS ini udah yang paling pinter? Sayang ya kalau kurang mampu ngimbangi mesinnya.
Oiya mod helm, review yg manualnya ditunggu ya..