Buka cerita ya...,
Tulisan dibawah ini sekitar pertengahan desember 2020.
Kira-kira kejadian kena akhir november 2020 - awal desember 2020
==========
2-3 minggu lalu bapak positif covid...
Dapet darimana?
1 bulan lalu, eyang (ibunya bapak) ada keluhan nyeri dada dan perlu segera MRS ke RS terdekat. Dari situ mau tidak mau bapak ikut mengurusi eyang walau ada adik2nya bapak yg bisa urus di Kediri... Berangkatlah bapak dari Malang ke Kediri.
Saat di IGD, adiknya bapak yg di surabaya (pasutri dokter spesialis di RS) juga datang utk lihat dan mengevaluasi kebutuhan serta komunikasi dg dokter di RS yg mau di ranap kan.
Ada momen bertemu untuk makan malam stlh itu, berdiskusi kebutuhan yg diperlukan eyang nantinya.
Tidak lebih dari 30min lepas masker duduk makan bersama...
Awalnya semua keluhan menyangkut paru dan jantung pasti akan di screening covid, alhamdulillah hasil eyang swab pcr negatif covid.
Akhirnya stlh bbrp hari eyang diantar ke Surabaya agar ada close monitoring di rumah adiknya bapak yg dokter tadi.
Hanya mengantar, sore sampai. Makan malam bersama juga tidak lebih 30min duduk bersama. Kemudian pulang...
3 hari stlh hari itu, pasutri adiknya bapak mulai ada gejala tidak enak tenggorok, batuk pilek ringan. Swab pcr... Positif
4 hari stlh itu, ibu dan bapak saya mulai bergejala... ibu duluan, selang beberapa hari bapak ikut sakit.
Awalnya kita semua tahan-tahan untuk tidak lakukan pemeriksaan, diobati biasa spt pilek pada umumnya.. rapid test clungene keduanya non reaktif di hari 3-4 sakit. Periksa lab darah dan ro thora tidak khas covid.
Ibu sehat stlh seminggu sakit, bapak masih panas demam naik turun mencret.
Ada keputusan utk segera PCR swabkan bapak. Besoknya hasil Positif. Krn kondisi relatif tidak butuh alat apapun di RS. Bapak saya ajak utk isolasi mandiri di rumah.
Ibu beberapa hari kemudian saya swab pcr, negatif.
Bapak hasil Ro, lab bagus, SpO2 98% makanya saya ajak isoman stlh konsul dg SpParu RS saya diberi obat antiviral dan penunjangnya.
Nah, perihal info bapak pulang isoman...
Ini waktu di RS saya kan yg ngurusin saya sendiri di IGD... RS ada petugas yang saya infokan utk Notify ke PKM. Pagi notify, sore ditelpon.
Stlh itu ditelpon bapak saya, mereka biasanya tanya kondisi, komorbid apa, di rumah dg siapa, bila bisa isoman dan bisa patuh maka diperbolehkan, kalau perlu safehouse bisa diantar nti oleh petugas PKM...
Ini kyknya melihat juga orangnya siapa, status pendidikan, literasi dan edukasinya gimana... Ada anggota keluarga yg bisa dipegang apa engga..
1-2 hari setelah positif, bapak declare ke saudaranya yg dokter, agak maksa harus rawat inap krn gejala adiknya ini sedang... Ada penurunan saturasi..
Saya carikan kamar di RS saya. Gak dapat. Sudah pake tenaga dalam, gak dapat juga, krn memang antri IGD stagnan 4-5 pasien kala itu.
Akhirnya kita lari ke Surabaya utk bisa masuk ke RS adiknya bapak bekerja.
10 hari kurang lebih perawatan. Hasil lab mulai khas covid, rontgen mulai nampak kotor/pneumonia. Mencret juga masih jadi keluhan.
Alhamdulillah saya negatif. 2 minggu berlalu tanpa gejala.
Bapak hari ini sudah recovery. Recovery berjalan lambat, bisa mingguan - 2 bulanan.
Yang dirasakan biasanya badan masih lemas, masih ampeg utk kegiatan...
Yang perlu diwaspadai... Kluster keluarga.
Yang perlu diperhatikan dan digarisbawahi,
perbuatan baik keluar kota niat membantu, biasanya jadi kejadian yg membuat entry point.
Siapa mau ingat2 2 minggu ke belakang makan dg siapa, pergi ke mana, cuci tangan apa tidak... Masker patuh atau tidak.
Banyak pasien saya, keluarga denial krn merasa tidak kemana-mana. Okei yang tua tidak kemana-mana, tapi yang serumah dan pergi bekerja, main, menemui sesiapa.. dan kembali ke rumah... Ternyata jg jadi entry point. Karena ternyata mereka OTG/minimal sekali gejalanya ( stlh ditelusur pernah suatu hari bangun tidur pilek, tenggorokan serik, mencret 1-2x hilang...)
Sudah banyak pasien saya... Tidak tertolong karena telat dan masuk fase gagal nafas. Banyak lagi pasien yang tidak bisa dapat akses alat medis krn antrian pasien buruk yg banyak...
Berkegiatan boleh saja, tapi tolong higienitas dan kepatuhan masker + cuci tangan ditingkatkan. Kurangi social life dahulu.
Tetangga untuk sementara lebih baik tidak perlu tahu... Krn yg sudah-sudah, precaution measure yang muncul justru membesarkan masalah, atau diskriminasi terhadap keluarga dan rumahnya.
Di komplek saya tetangga nggak ada yang tau. Kita semua keluar dari rumah, rumah di disinfeksi sendiri. Bapakstlh pulang dari RS, tidur terpisah dg ibu utk 1 bulan ini.
Saya udah tinggal sama istri, adik saya disuruh ke kosan ibu saya biar nggak ikut tertular.
Sebelum sakit, Bapak sempat notify grup pengurus komplek krn termasuk salah satu pengurus yg mana kala itu mau ada pertemuan utk bahas sesuatu. Langsung bilang mau isoman dulu krn habis kontak dg adiknya yg positif..
Desusnya lgsg malah jadi Bapak yang positif
Padahal kala itu bapak belum sakit.
Perlu digarisbawahi,
gak semua yang muda itu kena gejala ringan, gak semua yang tua kena gejala berat..
Bapak meski punya komorbid hipertensi, kondisinya sakit sedang
Adiknya bapak ada hipertensi dan post pasang ring jantung, kondisinya sedang-berat.
Komorbid itu kondisi yang memperberat/menambah resiko perburukan. Jadi kalo ada apa-apa, kapasitas kompensasinya tubuh sudah ga banyak. Kalo kelewat ya gone.
Saya ada pasien lagi HT iya, DM iya, post pasang ring jantung 3 iya, gejalanya mirip yang ringan-ringan saja. Semua hasil lab dan rontgen serta rapid negatif. Malah kyk orang DBD aja.. ternyata Swab PCR positif
Pasien lain ada asma/copd, gagal jantung yang kaki bengkak, biasanya jelek-jelek.. apalagi yang dari desa-desa/low educated. Dia datang pasti sudah hari >5-7, dan dalam kondisi mendekati gagal nafas butuh alat pernapasan.
Di RS lain, dokter jaga usia muda tanpa komorbid ada yang mati juga... Tanpa riwayat penyakit apapun.
COVID INI PILEK, tapi BARU.
Namanya orang pilek yaaa gejala lemes, badan rontok/linu semua, batuk, pusing, mencret, tengorokan sakit, sesak, ampeg pasti ada.
Artinya kita tidak pernah tau kalo kita kena covid, reaksi yang sampe kondisi apa yg muncul. Tubuh belum tau harus apa dan seberapa serius melawannya.
Ini bukan kayak alergi yang sebelum alergi bisa minum obat anti-alergi, masalahnya kita
belum bisa vaksin dulu sebelum kena biar responnya sudah diketahui dan diukur oleh tubuh sebelum kena betulan.
Hari ini bapak dan ibu saya sudah sehat seperti sediakala. Hanya saja..
Bapak saya mengalami penurunan fungsi paru. Bisa dilihat darimana? Menurut beliau, biasanya aktivitas harian seperti membersihkan rumah, pindah dan angkat-angkat barang di rumah punya ketahanan cukup lama. Saat ini belum ada 1 jam sudah terasa menggeh-menggeh (ngos-ngosan), harus istirahat dulu baru kembali bisa aktivitas lagi. Ada periode harus istirahatnya inilah yang menunjukkan bahwa ada fungsi yang menurun.
============
Saya akan jelaskan analogi singkat mengenai covid. Background saya adalah tenaga kesehatan, sehingga tulisan ini bisa cukup kredibel untuk anda pahami dai sudut pandang orang AWAM.
Bermula dari
Apakah Covid hanya menyerang yang tua?
Tidak, anak-anak dapat terserang covid walau minim gejala. Karena minim gejala, menjadi vektor/pembawa penularan yang paling hebat. Anak akan aktif beraktivitas (teriak, bicara, bermain, berkumpul) tidak menyadari bahwa ada penyakit.
Apakah Covid bisa tanpa gejala?
Sepertinya tidak bisa. Orang tanpa gejala (OTG) biasanya sudah pernah bergejala dalam 14 hari terakhir. Contoh sederhana, setelah seharian bekerja dalam perjalanan pulang mulai terasa tenggorokan tidak nyaman, atau badan terasa linu-linu, badan terasa mulai anget (semlenget) subfebris tidak nyaman.
Tapi ini semua dianggap biasa, mungkin istirahat, pijat refleksi, atau minum obat pereda nyeri dan semacamnya besoknya sudah kembali sediakala.
Siapa mau ingatΒ² yang begitu 14 hari terakhir? Biasanya ya sudah lupa.
Apa gejala Covid ?
Covid adalah Pilek, tapi bentuk/strain/model yang BARU. Sehingga gejalanya ya mirip dengan batuk pilek biasa.
Ada demam, batuk, pilek, sesak/ampeg, letih, lemah, lesu. Satu lagi yang sering menjadi tanda yang muncul adalah MENCRET.
Pernah kan demam nggreges l, pilek ga jelas, tau-tau ada mencretnya juga 1-3x ? Ya seperti itulah covid. Hanya saja ini lebih serius dengan penurunan Saturasi Oksigen.
Apakah penyakit komorbid penyebab kematian COVID?
Tidak. COVID yang membunuh. Penyakit komorbid seperti diabetes, darah tinggi, gagal ginjal, gagal jantung, jantung koroner dll. Akan memperberat kondisi.
Bagaimana kok bisa memperberat? Saya menganalogikan dengan Truk berisi muatan. Pada truk yang normal (tubuh sehat normal) diisi beban sesuai ketentuan akan tidak masalah. Ditambahi sedikit lagi muatan hingga melebihi beban walaupun memperberat, tapi masih bisa bekerja normal.
Pada truk yang ban gembos, mesin oli bocor, radiator mampet/tidak prima (tubuh berpenyakit diatas), begitu diberi muatan berlebih, yang terjadi ban akan pecah mbledos dhuarrr dan akan memperberat kerja lainnya, hingga pada suatu titik akan betul-betul mogok (mati). Truk yang normal akan bisa bertahan lebih lama karena DAYA KOMPENSASI alat-alat dan benda yang berhubungan masih mampu mempertahankan kondisinya. Truk yang sudah tidak sehat, dengan mudah pasti akan segera collapsed/hancur.
Bagaimana Covid menyerang?
Saya menganalogikan seperti suatu alergi terhadap paparan benda yang baru.
(Ini tidak sepenuhnya benar, tapi untuk memudahkan anda memahami)
Anda dan 4 orang teman anda tidak pernah makan udang aneh yang baru ditemukan spesiesnya dan terlihat sedap.
Suatu ketika makan udang.
1 jam setelah makan :
Anda tidak merasakan ada apa-apa setelah makan udang. Padahal punya riwayat asam urat tinggi
Teman A merasa sedikit gatal pada bibirnya. Teman anda punya riwayat kolestrol tinggi
Teman B merasa gatal hebat sampai timbul bercak merah ditubuhnya. Teman anda yang ini suka makan-makan ikan laut dan tidak pernah bermasalah. Dia senior anda.
Teman C merasa gatal hebat, bercak merah timbul, nafas mulai sesak. Dia memang punya riwayat asma dan jantung. Dia seumuran dengan anda.
Teman D tiba-tiba sesak hebat mata bengkak, bibir bengkak , napas sesak hebat hingga hampir pingsan. Teman anda ini seorang yang rajin berolahraga usia masih muda, junior anda, makan selalu rapi tidak ceroboh.
Ini yang selalu saya bilang, FAKTOR terkena covid mirip sperti alergi. Tetapi mekanisme penyakit COVID, BUKAN MEKANISME ALERGI.
Artinya, bila terkena suatu paparan yang baru, kita tidak pernah tau antibodi (sel darah putih, dan komponen perlindungan tubuh) akan bereaksi terhadap virus covid yang baru ini.
Perlu waspada dengan riwayat hubungan darah (sodara, adik-kakak, ayah ibu) karena biasanya tipe gejala bisa mirip. Ringan sedang berat.
Komponen perlindungan tubuh akan sangat reaktif terhadap virus baru ini di paru-paru. Reaksi (cytokine storm) ini muncul seperti badai yang mengacaukan sistem pertahanan dan sistem normal tubuh hingga mengakibatkan gangguan pernapasan.
Layaknya badai di suatu kota, kita tidak bisa menghentikan badai itu. Badai itu berhenti/reda dengan sendirinya, tapi kota yang terkena badai sudah HANCUR.
Siapa yang hancur? Sel paru yang digunakan untuk bernapas akan rusak dan tubuh akan memperbaiki tidak bisa menjadi sel paru lagi tetapi menjadi jaringan fibrosis.
Jaringan fibrosis inilah yang mengurangi kapasitas dan fungsi paru.
Kalau lihat di rontgen, ya flek-flek yg keputihan itulah tanda peradangan sel yang nantinya setelah selesai akan menjadi jaringan fibrosis.
Bayangkan 100 sel paru, 40 sel meradang. Saat sembuh hanya 15 sel yang tidak begitu parah rusaknya sehingga bisa berfungsi walau tidak normal. Hanya 75 sel yang bekerja. Nah itulah sebabnya penurunan fungsi paru terjadi.
Pada orang dengan penyakit komorbid, akan makin berat. Jantung dan paru bekerja bersama. Bila salah satu bermasalah, akan memperberat kerja lainnya. Akhirnya jantung kewalahan (gagal jantung, paru banjir) atau paru kewalahan (napas tidak cukup).
Semoga dengan ini bisa tercerahkan.
Menjaga diri tetap sehat lebih mudah daripada SAKIT dan mengusahakan kembali sehat.
5M seberapa mahal sih? Ga mahal.
Coba aja sakit, berapa biaya wajib dan biaya ekstra tak terduga yang keluar? Pasti lebih banyak.