Subsidi BBM 2006 capai Rp88 triliun

Ingin membahas hal-hal umum mengenai mobil dan otomotif, silakan bahas disini...

Moderators: Ryan Steele, sh00t, r12qiSonH4ji, avantgardebronze, akbarfit

conan
Member of Mechanic Engineer
Member of Mechanic Engineer
Posts: 2961
Joined: Tue Jul 13, 2004 17:34

Subsidi BBM 2006 capai Rp88 triliun

Post by conan »

Skenario Subsidi BBM dalam RAPBN 2006

Asumsi Nilai Tukar (Rp/US$) = Rp 9400
Plafon Subsidi BBM (Rp triliun) = Rp 88 Trilyun

Asumsi produksi 1,075 juta barel per hari
Harga minyak internasional US$45 per barrel
Sumber : Panja RAPBN 2006
Perhitungan subsidi Rp 88 Trilyun (that's Rp 88.000.000.000.000,00) di atas, masih menggunakan asumsi harga minyak dunia $ 45 per barrel, padahal harga rata2 tahun ini saja sudah di atas $ 50, bahkan minggu lalu sempat mencapai $ 58. Akhir tahun ini sangat mungkin naik lagi, karena musim dingin di belahan bumi utara dan selatan. Tahun depan rata2nya mungkin bisa mencapai $ 60 per barrel. US dollar pun menggunakan asumsi Rp 9400, padahal sekarang saja sudah di atas Rp 9600.
Tidak heran kini supply BBM kritis, karena dana subsidi 2005 sebenarnya tidak cukup, karena masih menggunakan asumsi harga minyak $ 36 per barrel.

Perhitungan subsidi 'riil' tahun 2006 secara sederhana :

Rp 88 Trilyun pada harga minyak $ 45 per barrel dan Rp 9400/dollar, akan menjadi sekitar Rp 120 Trilyun pada harga minyak $ 60 per barrel dan Rp 9600/dollar. Dan Rp 120.000.000.000.000,00 ini akan habis dibakar begitu saja.

Subsidi Rp 120 Trilyun dibagi dengan jumlah penduduk Indo yang dibulatkan ke atas menjadi 240 juta orang = subsidi BBM Rp 500.000 per orang.

Harga premium sekarang Rp 2400 dengan asumsi harga minyak $ 36 per barrel (APBN 2005). Jika harga minyak $ 60 per barrel, harga premium seharusnya Rp 4000 jika tanpa subsidi. Dengan pertimbangan pemerintah tidak mau didemo dan dilengserkan, harga premium 2006 akan tetap Rp 2400. Jadi subsidinya sebesar Rp 1600 per liter.

Asumsi dipersempit lagi, dipersempit pada penggunaan premium untuk mobil dan motor sesuai mayoritas anggota forum ini.

'Jatah' subsidi tiap orang anggota forum ini adalah sekitar Rp 500.000 per orang per tahun (2006), atau cukup untuk membeli sekitar 300 liter premium bersubsidi (300 liter x subsidi Rp 1600 per liter = Rp 480.000)

Tapi, tidak setiap orang akan menikmati penuh. Seorang pemilik motor yang misalnya hanya mengisi 5 liter bensin per bulan (misalnya hanya untuk pulang pergi sekolah), dalam setahun dia hanya membeli 60 liter bensin atau hanya menggunakan 'jatah' subsidinya sebesar Rp 96.000, dari 'jatah' Rp 500.000 setahun.

Sebaliknya, seorang pemilik minivan misalnya, yang mengisi 50 liter premium bersubsidi tiap minggunya, menghabiskan 200 liter per bulan, atau 2400 liter per tahun. Ia menghabiskan 'jatah' subsidi sebesar 2400 liter x Rp 1600 per liter = Rp 3.840.000 dalam setahun, atau hampir sebanyak 'jatah' subsidi untuk 8 orang.

Ini bisa terjadi karena dari 240 juta penduduk Indonesia, sebagian besar tidak memiliki mobil yang untuk ukuran pendapatan per kapita kita, masih termasuk barang mewah. Bahkan masih lebih banyak pemilik motor daripada pemilik mobil.

Siapa yg lebih diuntungkan dengan adanya subsidi ini? Pemilik mobil yang mengisi mobilnya dengan premium bersubsidi (termasuk aku sendiri).
Karena itu aku mendukung pencabutan subsidi premium secara bertahap. Hal ini juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya menghemat BBM.

Tapi, pemilik mobil yang mengisi mobilnya dengan Pertamax atau Pertamax Plus yang tidak disubsidi, dia bahkan tidak menggunakan satu rupiah pun dari 'jatah' subsidi miliknya, dan dia 'memberikan' jatahnya itu pada :

1. Orang miskin yang tidak punya mobil dan hanya beli minyak tanah untuk memasak.
2. Pemilik mobil yang lebih mewah dari mobil dia sendiri, tapi mengisi mobil mewahnya dengan premium.

Karena itu, alangkah baiknya jika rekan2 yg memiliki mobil dengan harga misalnya Rp 200 jutaan ke atas, tidak menggunakan premium bersubsidi, tapi gunakanlah Pertamax. Agar konsumsi premium secara nasional bisa turun, dan lebih banyak uang bisa digunakan untuk pembangunan daripada untuk dibakar begitu saja.

Don't be seduced by the dark side. "Take what you need, give what you can."

Untuk pemilik mobil2 yg harganya Rp 200 jutaan ke bawah, rasanya masih wajar jika masih menggunakan premium, tapi jika mampu, tidak ada salahnya jika sekali2 menggunakan Pertamax. Mesin pun akan senang sekali2 diberi bensin bersih, hahaha.

Dan untuk semuanya, tidak ada salahnya mencoba alat penghemat bensin yang sudah terbukti bekerja dengan baik. Penghematan dalam jangka panjang akan menggantikan biaya pembelian alat tersebut.
Daripada pindah dari Pertamax ke premium yang bisa merusak mesin2 mobil yg minimum RON-nya di atas 88 (premium), lebih baik gunakan alat penghemat BBM untuk menghemat sebesar 10-15% dan tidak merusak mesin.

Just my two cents. :)
User avatar
observer
New Member of Mechanic Engineer
New Member of Mechanic Engineer
Posts: 873
Joined: Tue Jul 27, 2004 14:03

Post by observer »

Hehehe, bagaimana dengan Fortuner 2.7 yang harganya sudah diatas 200jutaan, tapi menurut spesifikasi bisa mengunakan Premium TT? Seandainya saya bawa mobil itu, suruh isi Pertamax yang lebih mahal >50% secara sukarela, hehe mustahil lah. :e-naughty:

Saya ingat Bung Yos diwawancara di salah satu stasiun radio, waktu ditanyakan soal kedisiplinan, dia berpendapat bahwa disiplin itu tidak bisa dihimbau (dalam konteks kebersihan, "pak, bu, tolong jangan buang sampah sembarangan. Sampai kapanpun ngak bakal berhasil"), melainlan dengan punishment (buang sampah sembarangan, denda Rp500.000!).

Maksud saya, produsen mobil dan konsumen kan pintar dan selalu mencari celah. Dia tahu bensin Premium jauh lebih murah dari Pertamax, jadi dia setel aja mobilnya supaya bisa minum Premium. Akhirnya subsidi pemerintah makin membengkak dan salah sasaran.

Menurut saya sih, tidak bisa tidak, harga bbm harus secara bertahap mendekati harga pasar.
conan
Member of Mechanic Engineer
Member of Mechanic Engineer
Posts: 2961
Joined: Tue Jul 13, 2004 17:34

Post by conan »

Ya, betul.

Ke depannya pemerintah akan membuat regulasi baru untuk SPBU : dipisah antara yg untuk angkutan umum (premium dan solar bersubsidi) dan yang untuk kendaraan pribadi.

Dengan begitu, jika ada kenaikan BBM maka demonstrasi2 bisa ditekan karena untuk transportasi umum BBM-nya tetap disubsidi.

Kecuali para pemilik mobil pribadi yang sebenarnya mampu mau berdemo? :mrgreen:
User avatar
edward
Member of Mechanic Engineer
Member of Mechanic Engineer
Posts: 1640
Joined: Sat Mar 20, 2004 17:59
Location: in the globe

Post by edward »

Lepas dr masalah subsidi BBM yg kian mengkhawatirkan ini,sebenarnya(seperti yg saya baca di harian kompas lalu),Indonesia saat ini sudah taraf mengimpor minyak dr negara lain,untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri!
Terutama impor minyak(atau komponen minyak) dr negara kecil Kuwait!
Sehingga boleh dikatakan kita ini bukan pengekspor minyak mentah lagi,tapi sudah menjadi pengimpor!

Harga minyak yg terus melambung di tingkat dunia ini,sepertinya banyak sekali faktor pemicunya:
Perang di Irak dan instabilitas politik di middle east,sangat besar pengaruhnya.
Terus meningkatnya perekonian Cina jg turut memicu pemakaian energi yg lebih besar yg pada akhirnya memicu harga minyak bumi.

Hmmm makin ironis.
Di indonesia,pemerintahannya makin kalang kabut dg subsidi BBM akibat kenaikan harga,sementara di Kuwait pemerintahannya kegirangan menerima surplus penjualan minyak bumi,yg di refleksikan dg memberikan uang KD.200(dua ratus Kuwaiti Dinar) atau senilai Rp.6.000.000,lebih kepada SETIAP WARGA NEGARA KUWAIT!
Uang ini sudah diberikan pada hari kemerdekaan Kuwait 26 Februari lalu,melalui simpanan sosial setiap warga di bank!

Hm bayangkan aja klo satu keluarga punya 10 anak!Gileee bener.... :e-clap:
------------------------------------------------
My sharing and two cent in this regard.....

Avanza@2006>>>
Innova@2010>>>
EcoSport@2014 >>>
Black VRZ@2016
conan
Member of Mechanic Engineer
Member of Mechanic Engineer
Posts: 2961
Joined: Tue Jul 13, 2004 17:34

Post by conan »

Betul bung Edward. Sad but true.

Dulu konsumsi BBM nasional Indonesia masih jauh di bawah tingkat produksi minyaknya, maka Indo bisa menjadi eksportir dan dari keuntungan yg didapat, bisa mensubsidi BBM dalam negri.

Negara2 yg mensubsidi BBM dalam negrinya harus merupakan eksportir murni yang tingkat konsumsi BBM dalam negrinya hanya sekitar 20-30%, sehingga 70-80% bisa diekspor, mendapat untung, lalu dipakai untuk subsidi.

Tapi sudah lama Indonesia menjadi importir, karena konsumsi BBM dalam negrinya sudah melebihi tingkat produksi minyak yang terus menurun.

Karena itu sebenarnya sudah tidak layak lagi dilakukan subsidi.

Jika persediaan minyak Indo sudah habis, maka 100% BBM harus beli dari luar negri, dan dibeli pada harga pasar.

Karena itu sebaiknya subsidi dicabut secara bertahap, agar pada saat itu tiba, harga BBM sudah sesuai harga pasar internasional, sehingga tidak 'kaget' dengan harga baru dan tidak timbul kerusuhan dimana2. :)
conan
Member of Mechanic Engineer
Member of Mechanic Engineer
Posts: 2961
Joined: Tue Jul 13, 2004 17:34

Post by conan »

User avatar
edward
Member of Mechanic Engineer
Member of Mechanic Engineer
Posts: 1640
Joined: Sat Mar 20, 2004 17:59
Location: in the globe

Post by edward »

Di tempo online,malah makin mengkhawatirkan beritanya.
Kalo tdk segera diatasi,dalam 2minggu sampai satu bulana bakalan ada penjatahan konsumsi BBM!
(Ingat orang2 pada ngantri sembako,sekarang pada ngantri buat BBM)

Duh negeriku yg gemah ripah loh jinawi..........
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis ... 20,id.html

Avanza@2006>>>
Innova@2010>>>
EcoSport@2014 >>>
Black VRZ@2016